Monday, 29 June 2020

Cerita Batu Menangis dari Kalimatan Barat



Pada zaman dahulu kala, ada sebuah bukit kecil yang jauh dari pemukiman penduduk, di daerahKalimantan Barat hiduplah seorang janda yang sangat miskin bersama satu anakgadisnya.

Anak gadis nya itu sangat cantik, bentuk tubuhnya sangat indah, rambutnya terurai mengikal sampai ke mata kaki. Poni rambutnya tersisir dengan rapi dan keningnya sehalus batu cendana. Tetapi sayang nya ia mempunyai sifat yang buruk.
 
Gadis itu sangat pemalas, tak pernah mau membantu ibunya melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah. Dan kerjanya hanya bersolek setiap hari.

Selain pemalas, anak gadis itu juga sikapnya manja sekali. Segala permintaannya mesti dituruti. Setiap kali ia meminta sesuatu pada ibunya maka harus dikabulkan, tanpa memperdulikan keadaan ibunya yang miskin, setiap hari membanting tulang bekerja keras untuk mencari sesuap nasi.

Pada suatu hari anak gadis itu diajak oleh ibunya turun ke desa untuk berbelanja. Letak pasar desa itu sangat jauh dari rumahnya, sehingga mereka harus berjalan kaki yang melelahkan. Anak gadis itu berjalan melenggang dengan menggunakan pakaian yang bagus serta bersolek supaya orang yang ada dijalan nanti akan mengagumi kecantikannya. Sementara itu ibunya berjalan dibelakang sambil membawa keranjang dengan memakai pakaian yang sangat dekil. Karena mereka hidup ditempat yang terpencil, tak seorangpun mengetahui bahwa kedua perempuan yang berjalan itu merupakan ibu dan anak.

Ketika mereka memasuki desa, orang-orang desa mulai memandangi mereka. Mereka begitu sangat terpesona ketika melihat kecantikan anak gadis itu, terutama para pemuda desa yang tak puas-puasnya memandang wajah gadis itu. Tetapi ketika melihat orang yang berjalan dibelakang gadis itu, sungguh sangat terbalik keadaannya. Hal itu membuat banyak orang bertanya-tanya.

Di antara banyak orang yang melihatnya itu, seorang pemuda mendekati dan bertanya pada gadis itu, “Hai, gadis cantik. Apakah yang berjalan dibelakang itu adalah ibumu?”
Tetapi, apa jawaban anak gadis itu

“Bukan,” katanya dengan angkuh. “Ia adalah pembantuku !” lanjutnya lagi.

Kedua ibu dan anak itu pun kemudian meneruskan perjalanannya. Tak seberapa jauh, ada pemuda yang mendekatinya lagi dan bertanya kepada anak gadis itu.
“Hai, manis. Apakah yang berada dibelakangmu itu ibumu?” “Bukan, bukan,” jawab gadis itu sambil mendongakkan kepalanya. ” Ia itu budakk!”

Begitulah setiap gadis itu bertemu dengan seseorang disepanjang jalannya yang menanyakan perihal ibunya, selalu jawabannya seperti itu. Ibunya diperlakukan sebagai pembantu ataupun budaknya.

Pada awalnya mendengar jawaban putrinya yang durhaka apabila ditanya orang, si ibu masih bisa menahan diri. Tetapi setelah berulang kali didengarnya jawabannya masih tetap sama dan yang sangat menyakitkan hati, pada akhirnya si ibu yang malang itu tak bisa menahan diri lalu ia berdoa.

“Ya Tuhan, hamba sudah tidak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba dengan teganya memperlakukan diri hamba sedemikian rupa. Ya, tuhan hukumlah anakku yang durhaka ini ! Hukumlah dia….” Doa sang ibu.

Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, perlahan-lahan tubuh dari gadis durhaka itu berubah menjadi batu. Perubahan itu diawali dari kaki. Ketika perubahan itu sudah mencapai setengah badan, anak gadis itu menangis dan memohon ampun kepada ibunya.

” Oh, Ibu..ibu..ampunilah aku, ampunilah kedurhakaan anakmu selama ini. Ibu…Ibu…ampunilahanakmu ini..” Anak gadis itumeratapi nasib dan menangismemohon pada ibunya. Namun,semuanya telah terlambat. Seluruh tubuh gadis itu akhirnya berubah menjadi sebuah batu yang berbentuk manusia. Walaupun sudah menjadi batu, tetapi orang masih bisa melihat bahwa kedua matanyamasih menitikkan air mata, seperti sedang menangis. Oleh sebab itu, batu yang berasal dari gadisyang mendapat kutukan ibunya itu diberinama ” Batu Menangis “.

Legenda batu menangis adalah Cerita Rakyat Kalimantan Barat yang sangat terkenal di Nusantara. Cerita ini biasanya masuk dalam buku Kumpulan Kumpulan Cerita Rakyat dari Kalimantan terbaik. Kisah Rakyat Batu Menangis menceritakan seorang anak yang durhaka kepada orang tuanya. Pesan dari cerita ini amat jelas, siapapun yang durhaka terhadap orang tua terutama Ibunya, maka dia akan mengalami malapetaka dimasa yang akan datang. Yuk sama-sama kita ikuti cerita yang diambil dari Kumpulan Cerita Cerita Rakyat Nusantara Terbaik ini.

Thursday, 7 May 2020

Sejarah asal nama kota Bekasi


Menurut sejarahnya, asal muasal kota Bekasi berawal pada saat pemerintahan Kerajaan Tarumanegara dipimpin oleh Raja Purnawarman. Pada saat pemerintahannya, beliau membangun saluran irigasi yang dikenal dengan Chandrabhga yang melewati wilayah Bekasi sekarang ini. Saluran irigasi ini sekarang berubah menjadi Kali Bekasi.

Menurut Poerbatjaraka, ahli bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno kata Chandrabhaga berasal dari kata Chandra yang berarti “bulan” (atau sasi dalam bahasa Jawa Kuno) dan Bhaga berarti “bagian”. Jadi, secara etimologis kata Chandrabhaga berarti bagian dari bulan.

Kata Chandrabhaga berubah menjadi Bhagasasi karena dalam perkembangannya kata Chandra sering diganti dengan kata Sasi, dan penyebutannya sering dibalik, sehingga terbentuk kata Bhagasasi. Seiring waktu orang-orang banyak yang mengucapkan dengan singkat yang menjadi Bhagasi. Kata Bhagasi ini dalam bahasa Belanda seringkali ditulis “Bacassie” kemudian berubah menjadi Bekasi hingga kini.

Sunday, 19 April 2020

Dari nama kuntilanak , inilah asal usul kisah kota Pontianak



Sejarah Kota Pontianak Menurut V.J V

Menurut sejarahwan Belanda V.J Verth dalam bukunya Borneos Wester Afdeling, yang isinya sedikit berbeda dengan cerita yang beredar di kalangan masyarakat. Ditulis dalam bukunya, Belanda memasuki Kota Pontianak tahun 1773 dari Batavia. Disebutkan bahwa Syarif Abdurrahman Alkadrie merupakan anak dari Al Habib Husin yang meninggalkan Kerajaan Mempawah untuk merantau. Dalam perjalanannya, Syarif Abdurrahman Alkadrie menetap di Banjarmasin dan menikah dengan adik Sultan Banjar Sunan Nata Alam dan berhasil dilantik menjadi seorang pangeran. Menjalankan tugasnya sebagai pangeran, Syarif Abdurrahman berhasil dalam perniagaan dan mengumpulkan cukup uang untuk modal mempersenjatai kapal miliknya yang digunakan untuk melawan penjajahan Belanda.

Dengan bantuan Sultan Pasir, Syarif berhasil membajak kapal Belanda, juga kapal Inggris dan Prancis. Dari hasil pembajakan kapal para penjajah inilah Syarif Abdurrahman berhasil mengumpulkan uang dalam jumlah banyak yang akan digunakan Beliau untuk membangun pemukiman di percabangan Sungai Kapuas. Yang kini derah ini dinamakan Pontianak

Asal Usul Nama Pontianak

1. Versi pertama : Nama Hantu

Banyak cerita menganggap bahwa nama Pontianak berasal dari nama hantu permpuan kuntilanak. Diceritakan bahwa ketika Syarif Abdurrahman bersama rombongan untuk menyisir hutan agar dapat dijadikan tempat pemukiman para rombongan diganggu makhluk astral dari arah hutan. Berada di delta pertemuan Sungai Kapuas Kecil, Sungai Kapuas Besar dan Sungai Landak para rombongan diganggu oleh suara jeritan dan tangisan mengerikan yang datangnya dari arah tengah hutan yang diduga berasal dari makhluk astral, kuntilanak.

Banyak anggota rombongan yang merasa ketakutan ingin segera menyelesaikan pekerjaan kemudian pulang. Karena gangguan yang dialami oleh para rombongan, Syarif Abdurrahman merasa bahwa suara-suara itu sangat mengganggu rombongannya dan menghambat pekerjaan. Dengan inisiatifnya, Syarif Abdurrahman membawa meriam ke hutan dan menembakkan meriam tersebut kearah sumber suara. Dan benar saja, suara-suara mengerikan tersebut berangsur-angsur menghilang sehingga pekerjaan dapat dilakukan dan para rombongan merasa tenang.
Namun, ada yang mengatakan bahwa suara mengerikan tersebut berasal dari kumpulan perompak yang bersembunyi di dalam hutan agar tidak diketahui oleh siapapun. Sebab daerah tersebut masih tertutup rimbunnya hutan sehingga akan terasa aman bagi mereka.

2. Versi Kedua : Ayunan Anak

Kota Pontianak merupakan suku Melayu, yang diceritakan bahwa Kota Pontianak berasal dari ayunan anak yang berada di sekitar Masjid Jami’ yang biasa digunakan oleh anak-anak yang keluarganya bekerja.

3. Versi Ketiga : Pohon Punti

Pohon punti atau Pohon Ponti berarti pohon-pohon yang tinggi. Pada jaman itu, Pulau Klimantan dikenal sebagai kepulauan yang memiliki pohon-pohon tinggi yang besar. Penyebutan pohon ponti ini terbukti dari isi surat antara Husein bin Abdul Rahman Al-Aidrus kepada Syarif Yusuf Al-Kadrie.

4. Versi keempat : Pontian

Beawal dari posisi Kota Pontianak yang strategis sebagai Pontian (Pemberhentian atau tempat singgah). Banyak pelaut ataupun pedagang yang menjadikan lokasi ini sebagai tempat singgah sementara. Di Malaysia juga terdapat tempat bernama Pontian yang digunakan untuk tempat singgah sementara atau tempat pemberhentian
5. Versi Kelima : Kun Tian
6.
Kun Tian merupakan pelafalan bahasa mandarin yang berarti “tempat pemberhentian”. Logat masyarakat tionghoa biasanya memberikan penambahan lafal di akhir kalimat atau kata namun tidak mengurangi atau menambah arti dari kalimat yang sebenarnya, seperti uang(nga), mobil(aa). Sehingga dalam pelafalan Kun Tian menjadi Kun Tian(na), dan sebagian besar orang tua tionghoa di Pontianak masih menggunakan Kun Tian untuk menyebut Pontianak. (
6. Versi Keenam : Pintu Anak


Pintu Anak yang dimaksud ialah dua anak sungai yakni Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Dimana, lokasi pertama pemukiman di Pontianak berada di delta Sungai Kapuas Besar, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Landak.

Kisah Asal Usul nama Surabaya


Pada zaman dahulu, di sebuah lautan. Hiduplah dua hewan buas yang sama-sama angkuh dan tidak mau kalah. Kedua hewan tersebut adalah seekor Ikan Hiu dan seekor Buaya. Mereka sering berselisih dan berkelahi ketika memperebutkan makanan. Karena keduanya sama-sama kuat, ganas dan sama-sama cerdik. Perkelahianpun berlangsung sangat lama. Setelah bertarung berkali-kali dan tetap tak bisa saling mengalahkan, Hiu Sura dan Buaya itu pun mengadakan kesepakatan. Karena, kedua hewan tersebut sudah merasa bosan dan lelah jika harus berkelahi. Akhirnya, keduanya sepakat mengadakan perjanjian tentang pembagian area kekuasaan.

Dengan adanya perjanjian tersebut. kedua hewan tersebut tidak pernah berkelahi lagi. Karena, keduanya sudah sepakat untuk berdamai, dan saling menghormati daerah kekuasaannya masing-masing. Namun, selang beberapa waktu yang udah cukup lama. Ikan-ikan yang menjadi mangsa Hiu Sura mulai habis di lautan kekuasaannya. Akhirnya, ia pun bersembunyi-sembunyi mulai mencari mangsanya di muara sungai agar tidak di ketahui oleh Buaya. Namun, lama-kelamaan Buaya pun mengetahuin bahwa Hiu Sura sudah melanggar perjanjiannya.
Karena ulah Hiu Sura yang melanggar perjanjian. Akhirnya, mengakibatkan pertarungan yang sangat sengit antara kedua hewan tersebut. mereka saling gigit, menerkam dan memukul. Buaya mendapat gigitan Sura di ujung ekor sebelah kanan, sehingga ekor tersebut selalu membengkok ke kiri. Sedangkan Sura tergigit ekornya hingga nyaris putus.

Karena, sudah sama-sama terluka sangat parah. Keduanya menghentikan perkelahian tersebut. hiu Sura pun mengalah dan kembali ke daerah kekuasaannya. Buaya yang menahan rasa sakitnya pun merasa menang karena sudah mempertahankan daerah kekuasaannya.

Setelah perkelahian yang sangat sengit tersebut. kedua hewan itu terluka sangat parah dan akhirnya keduanya mati.

Pertarungan antara Ikan Hiu yang bernama Sura dengan Buaya ini sangat berkesan di hati masyarakat Surabaya. Namun ada juga yang berkata surabaya berasal dari kata sura dan baya.Sura berarti jaya baya berarti selamat jadi surabaya berarti selamat dalam menghadapi bahaya
Oleh karena itu, nama Surabaya selalu dikait-kaitkan dengan peristiwa ini. Dari peristiwa inilah kemudian dibuat lambang Kota Madya Surabaya yaitu gambar ikan sura dan buaya.


Pesan moral dari Cerita Rakyat Jawa Timur : Asal Usul Kota Surabaya adalah jangan selesaikan masalah dengan kekerasan. Cari penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak.

Popular Posts